A. Pembahasan Tentang UU No. 19/2002 tentang Hak Cipta
Untuk memberikan perlindungan atas hak cipta dan untuk mendukung serta
memberikan penghargaan atas buah kreativitas dari seseorang atau suatu
organisasi, dibuatlah undang-undang perlindungan terhadap hak kekayaan
intelektual atau undang-undang tentang Hak Cipta. Undang undang Hak
Cipta telah banyak mengalami perubahan, pertama dibuat undang-undang
Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta dan telah diubah dengan
undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan
undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan kini undang-undang tersebut telah
diubah menjadi undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang
ini dijabarkan secara jelas mengenai apa saja yang berkaitan erat
tentang Hak Cipta seperti dijelaskan mengenai pengertian Hak Cipta,
Pencipta, Ciptaan, Pemegang Hak Cipta, Pengumuman, Perbanyakan, Potret,
Program Komputer, Hak Terkait, Pelaku, Produser Rekaman Suara, Lembaga
Penyiaran, Permohonan, Lisensi, Kuasa, Menteri, dan Direktorat Jenderal.
Pengertian Hak Cipta dalam undang-undang ini adalah “Hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (Pasal 1). Fungsi dari Hak Cipta itu sendiri adalah memberikan Hak atau kekuasaan terhadap pencipta atau pemegang hak cipta untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial. Sifat dari Hak Cipta dalah sebagai benda bergerak yang dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya ataupun sebagian karena Pewarisan, Hibah, Wasiat, Perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Jika pencipta meninggal dunia Hak Cipta menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, sekalipun Hak Cipta tersebut tidak atau belum diumumkan tetap menjadi milik ahli warisnya atau penerima wasiat, Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
Seseorang dianggap sebagi pencipta suatu ciptaan atau karya jika namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal atau namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan dan jika pada ceramah orang yang berceramah tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagi pencipta ceramah tersebut. Sesorang tidak bisa secara mudah mengaku sebagai pencipta atas suatu ciptaan karena dalam undang-undang ini telah diatur apa saja yang menjadi kriteria seseorang dikatakan pencipta atas suatu ciptaan. Mengenai Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui telah dijelaskan secara lengkap bahwa Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya serta Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 menjelaskan pula mengenai Ciptaan apa saja yang dilindungi dan disebutkan juga mengenai apa saja yang tidak termasuk dalam Hak Cipta. Disini juga disebutkan hal-hal yang tidak dianggap sebagi pelanggaran Hak Cipta, seperti syarat bahwa sumber harus disebutkan, dan harus sesuai dengan aslinya. Dalam Pasal 17 disebutkan “Pemerintah melarang Pengumuman setiap Ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan Negara, kesusilaan, serta ketertiban umum setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta”. Pasal ini membuktikan adanya batasan atas ciptaan. Pada bab 2 bagian keenam dalam undang-undang ini dijelaskan mengenai Hak Cipta atas Potret, pasal demi pasal dalam bagian ini menerangkan bahwa Untuk memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia. Hak Moral pencipta atau ahli warisnya dijelaskan secara rinci pada bagian ke tujuh dalam bab 2 Pasal 24 – Pasal 26. Sutau ciptaan yang menggunakan sarana kontrol teknologi juga diatur dalam undang-undang ini.
Masa berlaku Hak Cipta adalah 50 tahun, penjelasanya tertuang dalam Pasal 29 – pasal 34. Untuk mendaftarkan suatu ciptaan Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan, Daftar Umum Ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. Ketentuan dari pendaftaran atau permohonan atas sutu ciptaan tertuang dalam Pasal 35 – Pasal 47. Adanya Dewan Hak Cipta adalah untuk membantu Pemerintah dalam memberikan penyuluhan dan pembimbingan serta pembinaan Hak Cipta. Hak-hak terkait dalam memberikan izin atau melarang suatu ciptaan diumumkan atau diperbanyak diberikan juga kepada Pelaku, Produser Rekaman Suara dan Lembaga Penyiaran. Jangka waktu perlindungan yang diberikan untuk Pelaku dan Produser Rekaman Suara adalah 50 tahun, sedangkan untuk Lembaga Penyiaran asalah 20 tahun. Hak Cipta sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dikelola oleh Direktorat Jendral. Untuk setiap pengajuan Permohonan, permintaan petikan Daftar Umum Ciptaan, pencatatan pengalihan Hak Cipta, pencatatan perubahan nama dan/atau alamat, pencatatan perjanjian Lisensi, pencatatan Lisensi wajib, serta lain-lain yang ditentukan dalam Undangundang ini dikenai biaya yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Masalh penyelasain sengketa dalam Hak Cipta juga dijabrkan secara rinci dalam Pasal 55 – Pasal 66. Pada Bab sebelas dijelaskan tantang Penetapan Sementara Pengadilan yang menerangkan mengenai pelanggaran-pelanggaran hak cipta dan apa yang harus dilakukan pihak-pihak yang dirugikan. Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai Penyidik, penyidik berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan, pemeriksaan terhadap pihak atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Hak Cipta, melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta, pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, melakukan penyitaan bersama-sama dengan pihak Kepolisian terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Hak Cipta, dan meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta. Ketentuan pidana dalam pelanggaran atas Hak Cipta telah diatur dalam Pasal 72- Pasal 73 yang menerangakan denda atau pidana yang diberikan terhadap pelangar hak Cipta sebesar 500.000.000 paling banyak dan pidana paling lama 5 tahun.
Ketentuan Peralihan dalam undang-undang ini menerangkan “Dengan berlakunya Undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang Hak Cipta yang telah ada pada tanggal berlakunya Undang- undang ini, tetap berlaku selama tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini”. Dan dipaparkan pula mengenai undang-undang ini berlaku terhadap semua Ciptaan warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia, semua Ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang diumumkan untuk pertama kali di Indonesia, semua Ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia, dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Jadi menurut saya, dengan adanya UU Telekomunikasi di Indonesia, maka setiap penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa telekomunikasi di Indonesia dapat mengerti dan memahami semua hal yang berhubungan dengan telekomunikasi dalam bidang teknologi informasi dari mulai azas dan tujuan telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana.
Mengenai keterbatasan UU telekomunikasi,menurut saya tidak ada keterbatasan sama sekali,karena UU itu dibuat untuk meminimalkan hal-hal yang tidak kita inginkan,di tambah lagi di jaman modern sekarang.karena penggunaan teknologi informasi sangat berpengaruh besar untuk negara kita,itu apa bila dilihat dari keuntungan buat negara kita karena kita dapat secara bebas memperkenalkan kebudayaan kita kepada negara-negara luar untuk menarik minat para turis asing.. jadi kita sebagai pengguna teknologi informasi dan komunikasi harus lebih bijak dan berhati-hati lagi dalam memanfaatkan teknologi ini dengan memperhatikan peraturan dan norma yang ada.
Pengertian Hak Cipta dalam undang-undang ini adalah “Hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (Pasal 1). Fungsi dari Hak Cipta itu sendiri adalah memberikan Hak atau kekuasaan terhadap pencipta atau pemegang hak cipta untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial. Sifat dari Hak Cipta dalah sebagai benda bergerak yang dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya ataupun sebagian karena Pewarisan, Hibah, Wasiat, Perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Jika pencipta meninggal dunia Hak Cipta menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, sekalipun Hak Cipta tersebut tidak atau belum diumumkan tetap menjadi milik ahli warisnya atau penerima wasiat, Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
Seseorang dianggap sebagi pencipta suatu ciptaan atau karya jika namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal atau namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan dan jika pada ceramah orang yang berceramah tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagi pencipta ceramah tersebut. Sesorang tidak bisa secara mudah mengaku sebagai pencipta atas suatu ciptaan karena dalam undang-undang ini telah diatur apa saja yang menjadi kriteria seseorang dikatakan pencipta atas suatu ciptaan. Mengenai Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui telah dijelaskan secara lengkap bahwa Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya serta Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 menjelaskan pula mengenai Ciptaan apa saja yang dilindungi dan disebutkan juga mengenai apa saja yang tidak termasuk dalam Hak Cipta. Disini juga disebutkan hal-hal yang tidak dianggap sebagi pelanggaran Hak Cipta, seperti syarat bahwa sumber harus disebutkan, dan harus sesuai dengan aslinya. Dalam Pasal 17 disebutkan “Pemerintah melarang Pengumuman setiap Ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan Negara, kesusilaan, serta ketertiban umum setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta”. Pasal ini membuktikan adanya batasan atas ciptaan. Pada bab 2 bagian keenam dalam undang-undang ini dijelaskan mengenai Hak Cipta atas Potret, pasal demi pasal dalam bagian ini menerangkan bahwa Untuk memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia. Hak Moral pencipta atau ahli warisnya dijelaskan secara rinci pada bagian ke tujuh dalam bab 2 Pasal 24 – Pasal 26. Sutau ciptaan yang menggunakan sarana kontrol teknologi juga diatur dalam undang-undang ini.
Masa berlaku Hak Cipta adalah 50 tahun, penjelasanya tertuang dalam Pasal 29 – pasal 34. Untuk mendaftarkan suatu ciptaan Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan, Daftar Umum Ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya. Ketentuan dari pendaftaran atau permohonan atas sutu ciptaan tertuang dalam Pasal 35 – Pasal 47. Adanya Dewan Hak Cipta adalah untuk membantu Pemerintah dalam memberikan penyuluhan dan pembimbingan serta pembinaan Hak Cipta. Hak-hak terkait dalam memberikan izin atau melarang suatu ciptaan diumumkan atau diperbanyak diberikan juga kepada Pelaku, Produser Rekaman Suara dan Lembaga Penyiaran. Jangka waktu perlindungan yang diberikan untuk Pelaku dan Produser Rekaman Suara adalah 50 tahun, sedangkan untuk Lembaga Penyiaran asalah 20 tahun. Hak Cipta sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dikelola oleh Direktorat Jendral. Untuk setiap pengajuan Permohonan, permintaan petikan Daftar Umum Ciptaan, pencatatan pengalihan Hak Cipta, pencatatan perubahan nama dan/atau alamat, pencatatan perjanjian Lisensi, pencatatan Lisensi wajib, serta lain-lain yang ditentukan dalam Undangundang ini dikenai biaya yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Masalh penyelasain sengketa dalam Hak Cipta juga dijabrkan secara rinci dalam Pasal 55 – Pasal 66. Pada Bab sebelas dijelaskan tantang Penetapan Sementara Pengadilan yang menerangkan mengenai pelanggaran-pelanggaran hak cipta dan apa yang harus dilakukan pihak-pihak yang dirugikan. Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai Penyidik, penyidik berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan, pemeriksaan terhadap pihak atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Hak Cipta, melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta, pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, melakukan penyitaan bersama-sama dengan pihak Kepolisian terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Hak Cipta, dan meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta. Ketentuan pidana dalam pelanggaran atas Hak Cipta telah diatur dalam Pasal 72- Pasal 73 yang menerangakan denda atau pidana yang diberikan terhadap pelangar hak Cipta sebesar 500.000.000 paling banyak dan pidana paling lama 5 tahun.
Ketentuan Peralihan dalam undang-undang ini menerangkan “Dengan berlakunya Undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang Hak Cipta yang telah ada pada tanggal berlakunya Undang- undang ini, tetap berlaku selama tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini”. Dan dipaparkan pula mengenai undang-undang ini berlaku terhadap semua Ciptaan warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia, semua Ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang diumumkan untuk pertama kali di Indonesia, semua Ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia, dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Jadi menurut saya, dengan adanya UU Telekomunikasi di Indonesia, maka setiap penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa telekomunikasi di Indonesia dapat mengerti dan memahami semua hal yang berhubungan dengan telekomunikasi dalam bidang teknologi informasi dari mulai azas dan tujuan telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana.
Mengenai keterbatasan UU telekomunikasi,menurut saya tidak ada keterbatasan sama sekali,karena UU itu dibuat untuk meminimalkan hal-hal yang tidak kita inginkan,di tambah lagi di jaman modern sekarang.karena penggunaan teknologi informasi sangat berpengaruh besar untuk negara kita,itu apa bila dilihat dari keuntungan buat negara kita karena kita dapat secara bebas memperkenalkan kebudayaan kita kepada negara-negara luar untuk menarik minat para turis asing.. jadi kita sebagai pengguna teknologi informasi dan komunikasi harus lebih bijak dan berhati-hati lagi dalam memanfaatkan teknologi ini dengan memperhatikan peraturan dan norma yang ada.
B. Pembahasan Tentang UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Asas Telekomunikasi
pada UU No. 36 Pasal 2 menjelaskan Azas
Telekomunikasi, yang berbunyi:Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan
asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan,
etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Tujuan Telekomunikasi
Tujuan dari komunikasi diatur dalam UU
No. 36 pasal 3 yang berbunyi:Telekomunikaso diselenggarakan dengan
tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan
kesejajteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung
kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintah, serta meningkatkan hubungan
antarbangsa.
Keterbatasan UU telekomunikasi dalam mengatur pengguna teknologi informasi
UU ini dibuat karena ada beberapa alasan,
salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan
teknologi telekomunikasi yang sangat cepat telah mengakibatkan
perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap
telekomunikasi.
Dengan munculnya undang-undang tersebut membuat banyak terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi, antara lain :1.Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja, maleinkan sudah berkembang pada TI.
3.Perkembangan teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia.
Apakah ada keterbatasan yang dituangkan dalam UU no.36 Telekomunikasi tersebut dalam hal mengatur penggunaan teknologi Informasi. Maka berdasarkan isi dari UU tersebut tidak ada penjelasan mengenai batasan-batasan yang mengatur secara spesifik dalam penggunaan teknologi informasi tersebut, artinya dalan UU tersebut tidak ada peraturan yang secara resmi dapat membatasi penggunaan teknologi komunikasi ini. Namun akan lain ceritanya jika kita mencoba mencari batasan-batasan dalam penggunaan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual, maka hal tersebut diatur dalam UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terutama BAB VII tentang Perbuatan yang Dilarang. Untuk itu kita sebagai pengguna teknologi informasi dan komunikasi harus lebih bijak dan berhati-hati lagi dalam memanfaatkan teknologi ini dengan memperhatikan peraturan dan norma yang ada.
B. Pembahasan Tentang UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Penggunaan internet tidak terbatas pada pemanfaatan informasi yang dapat diakses melalui media ini saja, melainkan juga dapat menciptakan jenis-jenis dan peluang bisnis yang baru dimana transaksi-transaksi bisnis makin banyak dilakukan secara elektronika. Dari uraian di atas, dapat diperhatikan bahwa perkembangan teknologi informasi, sadar atau tidak telah memberikan dampak terhadap perkembangan hukum, ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Hal ini merupakan tantangan sekaligus peluang yang harus dihadapi pada awal abad modern. Khusus di bidang perekonomian, perkembangan teknologi informasi telah melahirkan transaksi baru dalam dunia perdagangan. Internet juga sering digunakan sebagai sarana untuk melakukan sebuah perdagangan elektronik atau electronic commerce. Secara umum peranan internet dalam electronic commerce antara lain adalah :
1. Media utama untuk terjadinya transaksi bisnis secara online.
2. Memungkinkan web site perusahaan dapat diketahui oleh konsumen di seluruh dunia.
3. Memungkinkan pihak merchant/perusahaan/instansi menjual produk atau jasa secara online.
4. Memungkinkan pihak merchant/perusahaan/instansi yang menjual produk atau jasa mempunyai pasar global.
5. Memungkinkan pihak merchant/perusahaan/instansi yang menjual produk atau jasa berkomunikasi secara cepat dengan konsumen.
Electronic commerce atau yang lebih dikenal e-commerce merupakan bentuk perdagangan secara elektronik baik berupa penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet. Fasilitas internet yang telah memicu perkembangan di bidang bisnis telah memberikan keyakinan akan pentingnya teknologi di dalam pencapaian tujuan financial suatu perusahaan melalui efisiensi proses bisnis yaitu dengan menggunakan transaksi elektronik.
Penggunaan internet sebagai media perdagangan terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh berbagai manfaat yang di dapat oleh perusahaan ataupun konsumen dengan melakukan transaksi melalui internet. Media elektronik baru (cyberspace) menuntut reaksi yang cepat terhadap masalah hukum yang muncul secara terus-menerus dalam konteks dan yurisdiksi yang berbeda.
Jual beli atau perdagangan melalui transaksi elektronik merupakan suatu pilihan bisnis yang sangat menjanjikan untuk diterapkan saat ini, karena jual beli melalui transaksi elektronik memberikan banyak kemudahan bagi kedua belah pihak, baik dari pihak penjual maupun dari pihak pembeli di dalam melakukan transaksi meskipun para pihak berada di dua tempat yang berbeda. Dalam tahap negosiasi, jual beli melalu transaksi elektronik ini tidak memerlukan pertemuan secara tatap muka antara penjual maupun pembeli.
Jual beli melalui internet adalah transaksi electronic money (uang elektronik). Ia tidak nyata tetapi memiliki sifat dan ukuran tertentu, sehingga dengan sifat dan ukuran itu seolah-olah nampak atau nyata karena pada akhirnya kita pun dapat mewujudkannya dalam nilai yang riil, yaitu disaat transaksi pembeli akan memperoleh barang dalam bentuk yang nyata.Syarat sahnya suatu perjanjian dalam melakukan jual beli haruslah benar-benar diperhatikan untuk memenuhi sah atau tidaknya suatu hubungan dalam e-commerce.
Keuntungan bisnis di internet antara lain memudahkan komunikasi intern dan ekstern, globalisasi bisnis dan keunggulan kompetitif, mengurangi biaya komunikasi dan mendapat feedback, memperluas jaringan kerja sama, marketing, dan sales, memudahkan pencarian informasi yang cepat dan murah, dapat mempelajari perilaku visitor, menambah image atau performance perusahaan dan website adalah showroom termurah dan paling praktis.
Secara umum, pihak-pihak yang terlibat dalam e-commerce antara lain Pembeli atau cardholder; Penjual atau merchant; Issuer atau lembaga penerbitkan kartu pembayaran; Acquirer adalah lembaga keuangan penjual dan yang memproses otorisasi kartu pembayaran dan pembayaran-pembayaran; Payment Gateway, yaitu sarana yang dioperasikan oleh acquirer atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk memperoses pesan pembayaran penjual, termasuk perintah pembayaran; jasa pengiriman; dan lembaga otoritas sertifikat atau certification authorities, yaitu lembaga yang dipercaya untuk mengeluarkan sertifikat digital guna mengamankan transaksi.
Jenis-jenis kegiatan e-commerce antara lain:
1. Transaksi Barang
Sebuah toko maya atau Cybershop biasanya memiliki katalog elektronik yang menjelaskan dan memperlihatkan produk yang akan dijual. Konsumen dapat mencari barang tertentu atau secara acak mencari di katalog elektronik yang dapat memuat lebih banyak produk dibanding katalog cetak biasa.
2. Transaksi jasa
Bentuk bisnis e-commerce lain adalah menjual jasa. Jasa pembiayaan mewakili sebagian besar usaha e-commerce. Transaksi jasa lainnya adalah penjualan tiket, konsultasi kesehatan, hukum, dan sebagainya.
3. Lelang
Beberapa situs e-commerce mengkhususkan diri untuk mempertemukan pembeli dan penjual, tidak hanya untuk menjual barang milik mereka sendiri tetapi juga milik orang lain melalui sistem lelang.
4. Transaksi Bussines-to-Business
Transaksi Bussines-to-Business atau B-to-B merupakan salah satu bagian dari e-commerce yang berkembang pesat. Dalam transaksi ini pelaku umumnya dari kalangan pebisnis yang menggunakan barang yang dibelinya bukan untuk digunakan sendiri.
Menurut Budi Rahardjo, sistem pengamanan komunikasi elektronik harus dapat mengakomodasi kebutuhan pengamanan yang berkaitan dengan aspek-aspek :
5. Confidentiality
Menyangkut kerahasiaan dari data atau informasi, dan perlindungan bagi informasi tersebut dari pihak yang tidak berwenang. Untuk melindungi kerahasiaan maka dilakukan dengan cara membuat informasi itu “tidak dapat dipahami” (unintelligible), isi dari informasi itu harus ditransformasikan sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipahami (undecipherable) oleh siapapun yang tidak mengetahui prosedur dari proses transformasi itu.
6. Integrity
Integrity menyangkut perlindungan data terhadap usaha membuat modifikasi data itu oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, baik selama data itu disimpan maupun selama data itu dikirimkan kepada pihak lain.
Bentuk bisnis e-commerce lain adalah menjual jasa. Jasa pembiayaan mewakili sebagian besar usaha e-commerce. Transaksi jasa lainnya adalah penjualan tiket, konsultasi kesehatan, hukum, dan sebagainya.
3. Lelang
Beberapa situs e-commerce mengkhususkan diri untuk mempertemukan pembeli dan penjual, tidak hanya untuk menjual barang milik mereka sendiri tetapi juga milik orang lain melalui sistem lelang.
4. Transaksi Bussines-to-Business
Transaksi Bussines-to-Business atau B-to-B merupakan salah satu bagian dari e-commerce yang berkembang pesat. Dalam transaksi ini pelaku umumnya dari kalangan pebisnis yang menggunakan barang yang dibelinya bukan untuk digunakan sendiri.
Menurut Budi Rahardjo, sistem pengamanan komunikasi elektronik harus dapat mengakomodasi kebutuhan pengamanan yang berkaitan dengan aspek-aspek :
5. Confidentiality
Menyangkut kerahasiaan dari data atau informasi, dan perlindungan bagi informasi tersebut dari pihak yang tidak berwenang. Untuk melindungi kerahasiaan maka dilakukan dengan cara membuat informasi itu “tidak dapat dipahami” (unintelligible), isi dari informasi itu harus ditransformasikan sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipahami (undecipherable) oleh siapapun yang tidak mengetahui prosedur dari proses transformasi itu.
6. Integrity
Integrity menyangkut perlindungan data terhadap usaha membuat modifikasi data itu oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, baik selama data itu disimpan maupun selama data itu dikirimkan kepada pihak lain.
7. Authorization
Authorization menyangkut pengawasan terhadap akses kepada infomasi tertentu.
8. Availability
Informasi yang disimpan atau ditransmisikan melalui jaringan komunikasi harus dapat tersedia sewaktu-waktu apabila diperlukan.
9. Authenticity
Authenticity atau authentication menyangkut kemampuan seseorang, organisasi, atau komputer untuk membuktikan identitas dari pemilik yang sesungguhnya dari informasi tersebut.
10. Non-repudiability of Origin atau Non-repudiation
Non-repudiability of Origin atau Non-repudiation menyangkut perlindungan terhadap suatu pihak yang terlibat dalam suatu transaksi atau kegiatan komunikasi yang di belakang hari pihak tersebut menyanggah bahwa transaksi atau kegiatan tersebut benar telah terjadi.
11. Auditability
Data harus dicatat sedemikian rupa, bahwa data tersebut telah memenuhi semua syarat confidentiality dan integrity yang diperlukan, yaitu bahwa pengiriman data tersebut telah dienkripsi(encrypted) oleh pengirimnya dan telah didekripsi (decrypted) oleh penerimannya sebagaimana mestinya.
Dalam pengamanan e-commerce, data enkripsi memerankan 4 fungsi penting yaitu :
-Autentikasi secara digital memungkinkan para pihak, pembeli dan penjual, yakin mereka bertransaksi dengan orang yang benar.
-Memberikan jaminan kepastian bahwa data yang diterima tidak mengalami perubahan oleh pihak ketiga.
-Menghindari tindakan penyangkalan, pembeli maupun penjual, bahwa mereka tidak pernah menerima atau mengirim informasi atau pesanan.
-Bila terjadi gangguan oleh pihak ketiga, enkripsi menjamin hak privasi dari campur tangan pihak ketiga yang ingin membaca dan atau menggunakan informasi milik konsumen untuk kepentingan mereka sendiri.
Pelanggaran UU ITE Lewat Media Online
Media yang sangat sering dilakukan para penipu ini diantaranya facebook, situs jual beli online misal toko bagus, kaskus, dan bahkan website sendiri.
Penipuan online di dunia maya sangat menganggu sekali, terutama bagi para pembeli yang sudah tertipu bahkan jutaan rupiah. Selain itu hal ini juga sangat merugikan pihak penjual online yang benar2 jujur sehingga peminat jual beli online menjadi sangat sedikit.
Berikut ciri-ciri penipuan online yang sangat umum.
· Harga yang sangat murah bahkan lebih miring dari pasaran, penipu online menjerat calon mangsa dengan memberikan harga yang sangat fantastis terutama untuk barang2 elektronik yang mahal seperti laptop, kamera, maupun blackberry. Mereka meyakinkan pembeli bahwa barang ini asli bukan seken (bekas), dan bila ditanya mengapa sangat murah jawaban yang sering karena barang BM (Black Market).
· Informasi yang diberikan tidak jelas, penipu online sangat minim sekali berinteraksi. Informasi yang diberikan sangat tidak jelas dan detil, bila kita tanya via sms dia akan jawab sepatah2 dan tidak jelas, bila itu di facebook biasanya komennya dimatikan atau bahkan tidak dijawab, kalo dijawab pun komennya sepatah2. Hal ini disebabkan si penipu tidak mengenal detil barang yang ditipunya, beda halnya dengan penjual asli pasti tahu apa saja fungsi bahkan kelebihan barang yang dijualnya.
· Tidak ada negosiasi yang berarti, penipu online sangat minim sekali negosiasi bahkan dia dengan mudah melepas barang yang dijualnya berapapun harganya. Berbeda hal nya dengan penjual asli, dia akan mati2an menahan harga supaya tidak jatuh jauh saat dilakukan penawaran harga oleh calon pembeli.
· Nama penjual yang meyakinkan, penipu online akan mencantumkan namanya dengan kesan yang meyakinkan dengan menambah kata Bapak atau gelar misal Bapak Anu, Bapak Anuhardi (hehe maaf yang namanya mirip2), Bapak Drs H. Anu, atau Drs. Anuhardi.
· Nama penjual dan rekeningnya beda baik alamat dan nama, bila sudah mencapai kata sepakat penipu ini akan memberikan rekening yang tidak sama dengan namanya bahkan kotanya juga beda misal di website tertera kota Malang tetapi di rekeningnya kota Kendari. Bila ditanya, penipu akan memberikan jawaban yg meyakinkan misalnya “itu rekening bendahara saya” atau oh itu rekening sy waktu di kota itu
Penipuan bermodus operandi jual beli online penyelesaian kasusnya bagaimana? Apakah hanya dikenakan sanksi pidana dari KUHP atau dari UU ITE?
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan. Selama ini, tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), dengan rumusan pasal sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan :
“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU ITE.
Jadi, dari rumusan-rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378 KUHP tersebut dapat kita ketahui bahwa keduanya mengatur hal yang berbeda. Pasal 378 KUHP mengatur penipuan (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 378 KUHP silakan simak artikel Penipuan SMS Berhadiah), sementara Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur mengenai berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE silakan simak artikel Arti Berita Bohong dan Menyesatkan dalam UU ITE).
Walaupun begitu, kedua tindak pidana tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Tapi, rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan adanya unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain” sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Pada akhirnya, dibutuhkan kejelian pihak penyidik kepolisian untuk menentukan kapan harus menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan harus menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Namun, pada praktiknya pihak kepolisian dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, polisi dapat menggunakan kedua pasal tersebut.
Lepas dari itu, menurut praktisi hukum Iman Sjahputra, kasus penipuan yang menyebabkan kerugian konsumen dari transaksi elektronik jumlahnya banyak. Di sisi lain, Iman dalam artikel Iman Sjahputra: Konsumen Masih Dirugikan dalam Transaksi Elektronik juga mengatakan bahwa seringkali kasus penipuan dalam transaksi elektronik tidak dilaporkan ke pihak berwenang karena nilai transaksinya dianggap tidak terlalu besar. Menurut Iman, masih banyaknya penipuan dalam transaksi elektronik karena hingga saat ini belum dibentuk Lembaga Sertifikasi Keandalan yang diamanatkan Pasal 10 UU ITE.
Authorization menyangkut pengawasan terhadap akses kepada infomasi tertentu.
8. Availability
Informasi yang disimpan atau ditransmisikan melalui jaringan komunikasi harus dapat tersedia sewaktu-waktu apabila diperlukan.
9. Authenticity
Authenticity atau authentication menyangkut kemampuan seseorang, organisasi, atau komputer untuk membuktikan identitas dari pemilik yang sesungguhnya dari informasi tersebut.
10. Non-repudiability of Origin atau Non-repudiation
Non-repudiability of Origin atau Non-repudiation menyangkut perlindungan terhadap suatu pihak yang terlibat dalam suatu transaksi atau kegiatan komunikasi yang di belakang hari pihak tersebut menyanggah bahwa transaksi atau kegiatan tersebut benar telah terjadi.
11. Auditability
Data harus dicatat sedemikian rupa, bahwa data tersebut telah memenuhi semua syarat confidentiality dan integrity yang diperlukan, yaitu bahwa pengiriman data tersebut telah dienkripsi(encrypted) oleh pengirimnya dan telah didekripsi (decrypted) oleh penerimannya sebagaimana mestinya.
Dalam pengamanan e-commerce, data enkripsi memerankan 4 fungsi penting yaitu :
-Autentikasi secara digital memungkinkan para pihak, pembeli dan penjual, yakin mereka bertransaksi dengan orang yang benar.
-Memberikan jaminan kepastian bahwa data yang diterima tidak mengalami perubahan oleh pihak ketiga.
-Menghindari tindakan penyangkalan, pembeli maupun penjual, bahwa mereka tidak pernah menerima atau mengirim informasi atau pesanan.
-Bila terjadi gangguan oleh pihak ketiga, enkripsi menjamin hak privasi dari campur tangan pihak ketiga yang ingin membaca dan atau menggunakan informasi milik konsumen untuk kepentingan mereka sendiri.
Pelanggaran UU ITE Lewat Media Online
Media yang sangat sering dilakukan para penipu ini diantaranya facebook, situs jual beli online misal toko bagus, kaskus, dan bahkan website sendiri.
Penipuan online di dunia maya sangat menganggu sekali, terutama bagi para pembeli yang sudah tertipu bahkan jutaan rupiah. Selain itu hal ini juga sangat merugikan pihak penjual online yang benar2 jujur sehingga peminat jual beli online menjadi sangat sedikit.
Berikut ciri-ciri penipuan online yang sangat umum.
· Harga yang sangat murah bahkan lebih miring dari pasaran, penipu online menjerat calon mangsa dengan memberikan harga yang sangat fantastis terutama untuk barang2 elektronik yang mahal seperti laptop, kamera, maupun blackberry. Mereka meyakinkan pembeli bahwa barang ini asli bukan seken (bekas), dan bila ditanya mengapa sangat murah jawaban yang sering karena barang BM (Black Market).
· Informasi yang diberikan tidak jelas, penipu online sangat minim sekali berinteraksi. Informasi yang diberikan sangat tidak jelas dan detil, bila kita tanya via sms dia akan jawab sepatah2 dan tidak jelas, bila itu di facebook biasanya komennya dimatikan atau bahkan tidak dijawab, kalo dijawab pun komennya sepatah2. Hal ini disebabkan si penipu tidak mengenal detil barang yang ditipunya, beda halnya dengan penjual asli pasti tahu apa saja fungsi bahkan kelebihan barang yang dijualnya.
· Tidak ada negosiasi yang berarti, penipu online sangat minim sekali negosiasi bahkan dia dengan mudah melepas barang yang dijualnya berapapun harganya. Berbeda hal nya dengan penjual asli, dia akan mati2an menahan harga supaya tidak jatuh jauh saat dilakukan penawaran harga oleh calon pembeli.
· Nama penjual yang meyakinkan, penipu online akan mencantumkan namanya dengan kesan yang meyakinkan dengan menambah kata Bapak atau gelar misal Bapak Anu, Bapak Anuhardi (hehe maaf yang namanya mirip2), Bapak Drs H. Anu, atau Drs. Anuhardi.
· Nama penjual dan rekeningnya beda baik alamat dan nama, bila sudah mencapai kata sepakat penipu ini akan memberikan rekening yang tidak sama dengan namanya bahkan kotanya juga beda misal di website tertera kota Malang tetapi di rekeningnya kota Kendari. Bila ditanya, penipu akan memberikan jawaban yg meyakinkan misalnya “itu rekening bendahara saya” atau oh itu rekening sy waktu di kota itu
Penipuan bermodus operandi jual beli online penyelesaian kasusnya bagaimana? Apakah hanya dikenakan sanksi pidana dari KUHP atau dari UU ITE?
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan. Selama ini, tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), dengan rumusan pasal sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan :
“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU ITE.
Jadi, dari rumusan-rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378 KUHP tersebut dapat kita ketahui bahwa keduanya mengatur hal yang berbeda. Pasal 378 KUHP mengatur penipuan (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 378 KUHP silakan simak artikel Penipuan SMS Berhadiah), sementara Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur mengenai berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE silakan simak artikel Arti Berita Bohong dan Menyesatkan dalam UU ITE).
Walaupun begitu, kedua tindak pidana tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Tapi, rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan adanya unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain” sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Pada akhirnya, dibutuhkan kejelian pihak penyidik kepolisian untuk menentukan kapan harus menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan harus menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Namun, pada praktiknya pihak kepolisian dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, polisi dapat menggunakan kedua pasal tersebut.
Lepas dari itu, menurut praktisi hukum Iman Sjahputra, kasus penipuan yang menyebabkan kerugian konsumen dari transaksi elektronik jumlahnya banyak. Di sisi lain, Iman dalam artikel Iman Sjahputra: Konsumen Masih Dirugikan dalam Transaksi Elektronik juga mengatakan bahwa seringkali kasus penipuan dalam transaksi elektronik tidak dilaporkan ke pihak berwenang karena nilai transaksinya dianggap tidak terlalu besar. Menurut Iman, masih banyaknya penipuan dalam transaksi elektronik karena hingga saat ini belum dibentuk Lembaga Sertifikasi Keandalan yang diamanatkan Pasal 10 UU ITE.
Contoh Kasus Pelanggaran Yang Terkait Undang - Undang ITE :
- Prita Mulyasari dijerat pasal 27 ayat 3 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), karena akan mengancam kebebasan berekspresi.
- Narliswandi sudah diperiksa pada 28 Agustus lalu. Penyidik berniat pula menjerat Narliswandi dengan Pasal 27 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Karena kasus pencemaran nama baik terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Alvin Lie.
- Agus Hamonangan diperiksa oleh penyidik Polda Metro Jaya Sat. IV Cyber Crime yakni Sudirman AP dan Agus Ristiani. Merujuk pada laporan Alvin Lie, ketentuan hukum yang dilaporkan adalah dugaan perbuatan pidana pencemaran nama baik dan fitnah seperti tercantum dalam Pasal 310, 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta dugaan perbuatan mendistribusikan/mentransmisikan informasi elektonik yang memuat materi penghinaan seperti tertuang dalam Pasal 27 ayat (3) Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sumber Referensi :
http://www.dishubkominfo.melawikab.go.id/downlot.php?file=RUU-ITE-FINAL.doc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar